Kamu tertarik melakukan penelitian pengembangan? Masih
bingung nggak buat menentukan prosedur penelitian pengembangan yang sesuai
dengan topik penelitianmu? Setelah baca artikel ini sampai habis, semoga kamu
nggak bakalan bingung lagi, ya! Karena aku bakalan ngebahas secara padat dan tidak
ringkas perihal salah satu prosedur penelitian pengembangan yang kerapkali
digunakan oleh para peneliti.
Credit: nan-labs.com |
Yak! Dari judulnya aja udah kelihatan pokok bahasan yang mau
aku ulas. 4-D ala Thiagarajan. Prosedur penelitian 4-D memang sangat terkenal
dan umum digunakan oleh para peneliti di semua jenjang pendidikan, yaitu S-1,
S-2, dan S-3. Prosedur ini lebih disukai karena terkesan ringkas dan tidak
membutuhkan banyak tahap. (Ah, masa?)
😇
😇
So, aku bakalan sharing terkait dengan 4-D which is sesuai dengan pengalamanku
ngerjain skripsi dan tesis. Penelitianku di jenjang S-1 dan S-2 merupakan
penelitian pengembangan yang mana bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk, either produk baru yang masih gresss (belum pernah diciptakan
sebelumnya) or produk hasil
pengembangan lebih lanjut . Di skripsi aku mengembangkan sebuah alat peraga
sebagai media pembelajaran, meanwhile di
tesis aku mengembangkan sebuah modul cetak sebagai bahan ajar. Jadi, keduanya
sama-sama berupa produk dan prosedur penelitiannya sama-sama mengadaptasi pada
pengembangan perangkat model 4-D yang dikemukakan oleh Sivasailam Thiagarajan,
Dorothy S. Semmel, dan Melvyn E. Semmel (dalam referensi, biasa dituliskan
Thiagarajan, Semmel, and Semmel).
😉
😉
Well, langsung aja
kita bahas, yuk! Apa aja langkah-langkahnya? Apa yang harus dilakukan di setiap
tahapnya? Instrumen apa yang harus disiapkan di setiap tahapnya?
Pertama-tama kita kenalan dulu sama definisi dari penelitian
dan pengembangan yang lebih familiar disebut sebagai R & D alias Research and
Development.
R & D adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk
mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang
dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau
perangkat keras (hardware), seperti
buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa
juga perangkat lunak (software),
seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas,
perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan (Sukmadinata,
2013:164-165).
👀
👀
Model pengembangan 4-D terdiri atas empat tahap utama (that’s why mostly orang lebih suka pake
prosedur ini karena kesannya langkah-langkahnya tuh dikit banget, cuma empat
tahap, man!), antara lain Define, Design, Develop, dan Disseminate. Kalau diterjemahkan ke
bahasa Indonesia, bakalan jadi Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan
Penyebaran (disingkatnya jadi 4-P).
Lalu, apakah benar langkahnya sungguh-sungguh hanya empat
tahap?
TIDAK SEMUDAH ITU, FERGUSO!
Empat tahap itu beranak. Di setiap tahap ada cabang tahap-tahapnya lagi. NAH LOH!
Yuk, baca sampai tuntas!
TIDAK SEMUDAH ITU, FERGUSO!
Empat tahap itu beranak. Di setiap tahap ada cabang tahap-tahapnya lagi. NAH LOH!
Yuk, baca sampai tuntas!
DEFINE (PENDEFINISIAN)
Langkah awal ini amatlah krusial dan harus benar-benar
matang segala sesuatunya, karena ini bakalan ngaruh banget sama proses
penelitian dan hasil akhir penelitianmu. Mungkin kamu bisa mikir ‘Oh, ini tuh
enteng, studi literatur doang, beres!’, atau ‘Ini sih wawancara guru sama siswa
aja bisa laaaah dijadiin bahan, udah cukup’, atau ‘Banyak-banyak ngutip dari
jurnal aja bisa, deh’. Jangan senang dulu, bro.
Jangan anggap enteng karena sesungguhnya di fase ini kamu harus melakukan
setidaknya lima langkah, antara lain:
- Front-end analysis
- Learner analysis
- Task analysis
- Concept analysis
- Specifying instructional objectives
Secara singkat, tujuan dari tahap-tahap tersebut adalah
untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan di dalam proses pembelajaran.
Instrumen yang diperlukan yaitu lembar observasi, panduan wawancara,
angket (kuisioner) pengungkap kebutuhan guru dan siswa. Kemudian, hasil temuan
tersebut dianalisis dengan cara analisis deskriptif.
👇
👇
Pada tahap front-end
analysis, kamu harus menemukan permasalahan dasar yang dialami oleh guru.
Kamu bisa tanya-tanya (wawancara mendalam) kepada guru pengampu mata pelajaran
mengenai kesulitan yang dialami selama mengajar, tantangan terbesar mengajar
pada materi tertentu, keterbatasan fasilitas selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, dan sebagainya. By the way,
kamu juga bisa minta salinan perangkat pembelajaran yang telah disusun oleh
guru, loh. Misalnya, RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran), silabus, prota
(Program Tahunan), prosem (Program Semester), dll. Tentu saja, asalkan sang
guru tidak berkeberatan memberikannya kepadamu. Hahaha!
👇
Kemudian, kamu harus kepo juga sama siswa-siswinya, dong. Ini masuk di tahap learner analysis. Di sini, kamu bisa melakukan wawancara mendalam ke siswa, kamu dengerin uneg-uneg mereka, kamu tampung semua curhatan mereka tentang kesulitan belajarnya, kamu bisa ajak gosip juga kira-kira mereka suka ato engga sama gurunya, dan buanyaaaaakkk lagi! Pinter-pinternya kamu ngedapetin informasi, deh!
Kemudian, kamu harus kepo juga sama siswa-siswinya, dong. Ini masuk di tahap learner analysis. Di sini, kamu bisa melakukan wawancara mendalam ke siswa, kamu dengerin uneg-uneg mereka, kamu tampung semua curhatan mereka tentang kesulitan belajarnya, kamu bisa ajak gosip juga kira-kira mereka suka ato engga sama gurunya, dan buanyaaaaakkk lagi! Pinter-pinternya kamu ngedapetin informasi, deh!
Observe, observe, and observe! |
Masuk ke task analysis!
Di sini kamu harus bisa mengidentifikasi keterampilan utama guru dan
menganalisisnya menjadi sub-keterampilan yang dibutuhkan. Analisis ini
dimaksudkan untuk memastikan ulasan pengetahuan yang cukup. Kamu bisa melakukan
observasi di kelas saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Kamu bisa duduk di
kursi paling belakang dan mulai mengobservasi sedetail mungkin. Hal-hal yang
harus kamu perhatikan dan catat: performa guru tatkala mengajar, metode
pembelajaran yang diterapkan, kesesuaian dengan materi pembelajaran, antusiasme
siswa, keaktifan siswa, kondisi kelas, situasi kelas saat pembelajaran
berlangsung (terkendali atau tidak), pemanfaatan teknologi, dan lainnya. Banyak
hal yang bisa kamu eksplorasi dari sini. So,
jangan sia-siakan kesempatan ketika kamu bisa mengobservasi! Tambahan lagi,
kamu bisa juga mengobservasi laboratorium, nggak cuma kelas (yang umumnya
dipakai sebagai lokasi belajar). Pokoknya, kamu harus berupaya untuk memperoleh
informasi sebanyak mungkin.
👇
👇
Dalam concept analysis
dan specifying instructional objectives,
kamu harus bisa mengidentifikasikan keseluruhan hasil temuanmu di atas dalam
satu ‘konsep mayor’, kemudian menyusunnya dalam bentuk hierarki dan mem-break down-nya. Gampangnya, kamu harus
bisa memecah satu per satu temuan yang kamu kumpulkan tersebut
sedetail-detailnya. Nah, di sinilah kamu bisa menemukan permasalahan yang
menjadi titik fokus utamamu dan kamu harus bisa menawarkan sebuah solusi untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
😉
😉
Jangan lupa semua bukti hasil penelusuranmu itu
didokumentasikan dengan baik, ya! Difoto, dicatat, direkam. Ini file penting buatmu karena kamu juga
harus menganalisisnya dalam bentuk deskripsi di draft Tugas Akhirmu itu.
DESIGN (PERANCANGAN)
Ada tiga tahap utama di fase ini. Lumayan lah yaaaa daripada
tahap sebelumnya. Apa aja?
- Media selection
- Format selection
- Initial design
Tujuan utamanya yaitu untuk menyiapkan prototype perangkat
pembelajaran.
Instrumen yang dibutuhkan antara lain silabus, RPP,
rancangan produk awal. Analisisnya juga berupa analisis deskriptif. Jadi, kamu
masih bisa membuat karangan bebas di sini. Wkwk 😂
Kamu mulai harus banyak memeras pikiranmu di sini, karena
kamu diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan yang sudah kamu
temukan di tahap Define. Meskipun solusinya masih berupa solusi kasar, at least kamu harus udah tahu produk
yang kamu kembangkan untuk memberikan solusi atas permasalahan yang ada. Mudheng ora?
Di media selection dan
format selection kamu bisa
menjabarkan pemilihan produk yang akan kamu kembangkan, berikut pemilihan
formatnya. Aku berikan dua contoh.
- Aku membuat alat peraga berupa miniatur sistem tata surya dengan sasaran siswa tunanetra di jenjang SMP. Aku harus memilih bahan utama alat peraga tersebut, yaitu kayu sonokeling. Lalu, aku menggambar desain sistem tata surya yang sudah dilengkapi dengan ukuran masing-masing planet dalam galaksi Bima Sakti (dan tentunya sudah dihitung secara presisi agar perbandingan ukurannya hampir sama dengan aslinya). Untuk memberi keterangan pada model miniatur tersebut, aku harus menempelkan ‘stiker timbul’ yang berisi tulisan dengan huruf Braille. Selain itu, aku juga membuat rekaman suara yang berisi keterangan singkat tentang alat peraga tersebut beserta cara pemakaiannya dalam proses pembelajaran.
- Aku membuat modul cetak berbasis saintifik pada
materi teori kinetik gas untuk siswa kelas XI SMA yang dapat bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Aku harus menyiapkan konten yang bisa
mengakomodir semua aspek (saintifik dan kemampuan berpikir kritis) ke dalam
sebuah materi fisika, yaitu teori kinetik gas
yang bagiku sangat njelimet. Konten tersebut harus tersaji secara sistematis, memenuhi tujuan pembelajaran, menggunakan kalimat yang sesuai dengan tingkat komprehensi siswa, dan of course memiliki daya tarik yang mempesona agar siswa semangat dalam mempelajarinya. (((sungguh pereussss))). Selain itu, detail format modul berupa ukuran kertas, jenis kertas, format cover, itu juga harus dibahas.
Alat peraga sistem tata surya untuk tunanetra |
So, di tahap ini kamu harus bisa memberikan realisasi (walaupun masih absurd banget karena masih berupa rancangan) atas solusi yang kamu tawarkan pada permasalahan yang ada. Setelah itu, barulah di initial design kamu bisa sedikit berbangga karena kamu sudah bisa menunjukkan hasil nyata produkmu itu even though masih kasar dan berantakan sekali, Ferguso. Yang penting kamu sudah berusaha dan berjuang
DEVELOP
Langkah ini merupakan langkah nyata sebagai realisasi atas
solusi dari permasalahan yang ada. Di sini pulalah perjalanan penelitianmu mulai
terlihat batang hidungnya. *apa sih?* 😴
Ada dua tahap utama yang harus dilalui di fase ini:
- Expert appraisal
- Developmental testing
Tujuannya secara singkat yaitu untuk menghasilkan produk
yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari para pakar. For a note, penelitian pengembangan selalu ditekankan pada adanya
proses revisi berulang kali sampai didapatkan hasil yang mendekati sempurna.
👇
👇
Instrumen yang diperlukan di fase ini antara lain lembar
validasi untuk para ahli/expert judgment
(ahli materi, ahli media, ahli bahasa, dll), angket respon (guru dan siswa),
lembar tes. Analisisnya disesuaikan dengan instrumen yang digunakan, bisa
berupa analisis deskriptif, pengubahan skor dari kuantitatif menjadi kualitatif
atau sebaliknya, dan bisa diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS. Maka dari
itu, kamu harus bener-bener menguasai instrumen yang kamu gunakan dalam
penelitianmu beserta cara mengolah datanya. Jangan sembrono, Paiman!
💢
💢
Di bagian expert
appraisal, sudah jelas bahwa produk yang kamu kembangkan tersebut harus
mendapat validasi dari para expert
judgment. Untuk validasi instrumen, cukup kamu konsultasikan kepada dosen
pembimbing. Sementara itu, untuk produknya kamu harus mendapatkan validasi dari
para ahli. Ahli-ahli yang kamu mintai kesediaannya sebagai expert judgment ini nggak cuma dosen, kok. Bisa guru, bisa laboran,
bisa staff lain asalkan tetap memenuhi kualifikasi sebagai seorang ahli. Misal,
untuk memvalidasi produkmu yang berupa modul pembelajaran ditinjau dari segi
tata bahasa, kamu perlu seorang ahli bahasa. Ahli bahasa ini bisa seorang dosen
yang menggeluti dunia linguistik atau seorang guru pengampu bahasa Indonesia.
Yang jelas, orangnya harus benar-benar expert
di bidangnya. Contoh lagi, untuk memvalidasi produkmu yang berupa alat
peraga miniatur sistem tata surya, kamu perlu ahli materi. Kamu bisa menunjuk
dosen astronomi atau dosen fisika sebagai ahli materi yang bertugas memvalidasi
produkmu agar bisa dinilai, ditinjau dari segi materi yang bersangkutan. Dan
seterusnya. Sampai sini paham, Rosalinda?
Satu hal yang harus kamu ingat dan lakukan: tetaplah gigih! Keep going! Kenapa? Karena di fase
inilah kesabaran dan ketekunanmu diuji. Di saat kamu pikir produkmu sudah tampil
bagus, optimal, dan maksimal, kamu justru malah mendapat bermacam-macam koreksi
dari para ahli, sehingga kamu harus merevisinya. Revisi berulang kali. Itu ciri
khas penelitian pengembangan yang mustahil kamu hindari. Memang harus kamu
lalui. Jangan cengeng! Sudah, lakukan saja, revisi saja. Toh, justru proses
revisi itulah poin pentingnya. Di sinilah core
dari penelitianmu. Adanya revisi yang berulang kali akan membuat produk
yang kamu kembangkan semakin matang dan sempurna.
👇
👇
Nah, kalau produkmu sudah kamu revisi berdasarkan masukan
dari para ahli (dan juga atas pertimbangan dosen pembimbingmu), kamu bisa
melangkah ke tahap berikutnya yaitu developmental
testing. Di sini, produkmu bisa kamu ujikan kepada sasaran penelitianmu,
entah itu siswa, guru, dan sebagainya. Kalau aku, alat peraga sistem tata surya
aku uji cobakan kepada siswa-siswi tunanetra di SLB untuk jenjang SMP. Meanwhile, modul cetak materi teori
kinetik gas aku uji cobakan kepada siswa-siswi SMA.
💃
💃
Setelah produk diujicobakan, lalu apa? Yha kamu akan
mendapatkan data, dong. Data bisa berupa respon siswa atas produkmu dan data
hasil belajar siswa. Untuk respon siswa, kamu bisa tuh dapetin lagi
saran-kritik-masukan dari siswa mengenai produkmu. Lalu, produkmu bisa kamu
revisi lagi, deh. Sampai benar-benar mendekati sempurna as I said. Nggak apa-apa ngerombak lagi. GAPAPA. Memang harus
demikian. Kamu harus kuat. Kowe rapopo.
DISSEMINATE
Akhirnya sampailah di penghujung perjuanganmu, Kisanak.
Tahap penyebaran. Di sini ada tiga tahapan juga yang harus kamu penuhi:
- Validation testing
- Packaging
- Diffusion & adoption
Tujuan dari tahap ini yaitu untuk menyebarluaskan produk
yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas.
Instrumennya bisa berupa angket/kuesioner, lalu pengolahan
datanya bisa berupa pengubahan skor.
👇
👇
Validation testing maksudnya
produk yang sudah kamu kembangkan itu digunakan pada tes profesional untuk
mendapatkan impact objektif pada sisi
kecakapan dan relevansi. Okay,
bahasanya sudah mbulet sekali.
Intinya, kamu harus menyebarkan produk ini ke skala yang lebih luas. Misal,
modul cetak pada materi teori kinetik gas aku sebarkan ke 10 sekolah dengan
responden masing-masing satu guru sebagai perwakilan setiap sekolah. Dari situ,
aku bisa mendapatkan feedback berupa
hasil respon guru-guru tersebut pada modul cetak yang aku kembangkan.
👊
👊
And, then, pada
tahap final packaging, diffusion, dan
adoption ini lebih mengarah ke kerja
sama antara peneliti dengan distributor atau lainnya, berhubungan dengan tampilan
fisik produk dan kelanjutan produksi produk yang sudah dikembangkan. Karena
sebisa mungkin produk yang sudah kamu kembangkan itu jangan hanya berhenti
sampai di sini. Harus ada kelanjutan karena absolutely
produkmu itu sangat berguna untuk berbagai pihak, sesuai dengan sasaran dan
tujuan penelitianmu.
👀
👀
And, finally, you’re
done!
Untuk meraih kesuksesan memang harus melakukan banyak
pengorbanan, entah berupa waktu, tenaga, pikiran, dana, dan bahkan perasaan.
Yang jelas dan penting yaitu harus tetap gigih. Tetap berjuang. Jangan
menyerah. Stay strong!
Kebetulan sekali, Saya juga lagi menyusn proposal pengembangan big kak, pengembangan modul elektronik.
BalasHapusWah, semangat ya, Kak!!
HapusSemoga lancar penelitiannya.
^^
Bukan big tapi nih 🤣
BalasHapusTerima kasih kak ilmunya kebetulan saya menyusun proposal pengembangan media pembelajaran berbasis android
BalasHapusSama-sama, kak.
HapusWah, semoga lancar yaaa. Sukses selalu!
\(^_^)/
Terimakasih sharing ilmunya... Semoga berkah ya... Sukses selalu..
BalasHapusAamiin.. Terima kasih, Kak.
Hapus:)